G20, Bali, dan Infrastruktur

Gede Maha Putra, Dosen Arsitektur Universitas Warmadewa.  (Foto: Dok. Pribadi)
Gede Maha Putra, Dosen Arsitektur Universitas Warmadewa. (Foto: Dok. Pribadi)

Gede Maha Putra, Dosen Arsitektur Universitas Warmadewa-Bali 

 

Saya melajukan kendaraan di Jalan By Pass I Gusti Ngurah Rai dari Denpasar menuju arah Jimbaran, Badung. Seorang kawan dari ibukota mengajak bertemu. Dia baru saja mengikuti rapat-rapat dalam rangkaian persiapan helatan G20. Acara yang dihadirinya itu merupakan bagian kecil dari gebyar yang lebih besar, puncak pertemuan negara-negara yang tergabung dalam G20.

Dua dekade lampau, saat masih mahasiswa, jalan tersebut adalah jalan yang mesti dilewati setiap hari ke kampus yang lokasinya ada di kawasan bukit kapur di Bali bagian Selatan. Melintasinya kini, banyak sekali hal yang berubah. Beberapa ruas jalan mengalami perlebaran dan sedikit perubahan arah arus lalu lintas. Itu juga berlakukan di sekitar patung Dewa Ruci yang kini dilengkapi dengan jalan di bawah tanah atau underpass.

Lampu penerangan jalan tampak lebih banyak. Pada malam hari, jalanan terang-benderang oleh sorot lampu. Beberapa layar raksasa menampilkan berbagai jenis iklan. Salah satu yang mencolok yakni iklan G20 yang puncaknya akan berlangsung November mendatang.  Selain itu, sebuah patung logo perhelatan tersebut sedang dikebut pengerjaannya.

Saat saya melintas, patung belum seratus persen rampung. Setidaknya ia belum dilengkapi lampu yang memadai. Perubahan yang terjadi tidak hanya pada jalanan yang saya lewati. Di tengah hutan mangrove terdapat kegiatan yang menyediakan arena bagi pengunjung untuk melihat-lihat kawasan hutan—yang sebetulnya—semakin berkurang luasnya. Setidaknya jika dibandingkan saat saya mahasiswa dulu.

Pelabuhan Benoa juga mengalami transformasi yang cukup besar. Kini dilengkapi dengan berbagai jenis monumen dan patung gigantic yang konon nampak dari tengah lautan. Di Sanur, salah satu kawasan wisata utama, sedang dibangun pelabuhan penyeberangan ke Nusa Penida dan Nusa Lembongan. Hotel legendaris, Bali Beach, berbenah, akan dijadikan fasilitas kesehatan bertaraf internasional. Tentu ada banyak lagi aktivitas lain seperti penyiapan jalan tol, ruang terbuka hijau dan infrasruktur lainnya.

Berbagai jenis infrastruktur tersebut mengalami percepatan pembangunan agar selesai sebelum para delegasi dunia datang. Bali memang membutuhkan infrastruktur yang memadai. Sudah sejak lama pulau wisata andalan Indonesia ini merindukan infrasruktur dengan standar yang tinggi.

Kini, dengan terpilihnya Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan G20, Bali mendapatkan momentum untuk memperbaharui infrastrukturnya. Saat ini, kota-kota bertransformasi dari basis produksi dan manufaktur menuju ke kota layanan dan jasa. Hal ini mendorong para pengelola kota untuk mengganti pola pemerinthan dari yang bersifat manajerial ke arah entrepreneur. Kota harus ‘dipasarkan’ dan ‘dipromosikan.’ Kota harus dikondisikan bukan hanya untuk penduduknya tetapi untuk menarik minat dan melayani kapital global yag terus bergerak (Harvey 1989).

Banyak kota dan negara di dunia yang berlomba-lomba untuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan event international. Pelelangan tuan rumah Piala Dunia Sepakbola dan Olimpiade adalah dua yang selalu mengundang perhatian global. Menjadi tuan rumah berarti kota akan mendapat eksposure yang melimpah. Tidak perlu dana promosi, investasi akan datang dalam jumlah besar. Perbaikan infrastruktur dilaksanakan dengan cepat dan berstandar tinggi.

Dalam keadaan ini, Bali memiliki posisi yang cukup strategis. Pulau ini tidak pernah menjadi basis manufaktur tetapi sejak awal dikembangkan sebagai pusat layanan wisata. Imajinya sudah terbangun bahkan sejak masa kolonial melalui promosi tiada henti baik oleh pemerintah maupun swasta.

Salah satu promosi paling fenomenal terjadi pada tahun 1931 di Paris pada Colonial Expo. Di sana, imaji Bali sebagai pulau eksotis dimana kebudayaan klasik masih terjaga sempurna terbangun di benak masyarakat barat. Hingga kini, imaji tersebut menjadi senjata pamungkas tiada tanding. Bali sering menjadi perhelatan event berskala global. Infrastruktur terus melayani pulau ini.

Dana yang dibutuhkan untuk kegiatan pembangunan infrastruktur tersebut tentu saja tidak sedikit. Dengan demikian, pastilah ia bersumber dari dana publik.  Penggunaan dana-dana publik umumnya dilakukan dengan pelibatan partisipasi publik.

Tetapi, mengingat perhelatan harus segera dilangsungkan, konsultasi semacam ini sering abai dilakukan. Pembangunan dilakukan dengan pola top-down, alih-alih bottom-up. Disini rawan terjadi penyimpangan.

Di luar sana, di lokasi dimana perhelatan besar dilaksanakan, samar-samar terdengar kritik: kenapa dana publik yang besar digunakan untuk event yang berlangsung sesaat? Bukankah sektor pendidikan, perumahan dan kesehatan juga butuh dana besar? Demikianlah penggunaan dana publik dengan pelibatan masyarakat yang minim rawan kritik. Pembangunan infrastruktur berskala besar juga rawan mendorong terjadinya penggusuran, alih fungsi lahan yang tidak sesuai peruntukan serta pada ujungnya dapat menimbulkan masalah sosial.

Pembangunan jalan tol misalnya, akan mensyaratkan alih hak dan alih fungsi lahan yang cukup besar. Demikian juga pembangunan pelabuhan, jembatan dan infrastruktur lainnya.

Dengan demikian, pembangunan infrasruktur besar yang didorong oleh pelaksanaan mega-event tetap wajib memperhatikan rencana jangka panjang kota ke depan. Pembangunan dengan dana public itu mesti ditujukan bukan untuk tujuan sesaat, hanya mensukseskan event yang berlangsung beberapa hari. Tetapi memang ditujukan untuk pemenuhan hak-hak masyarakat dalam jangka panjang sekaligus untuk mengundang investasi lanjutan.

Jalanan yang saya lewati kini berubah. Dari By Pass yang lebar kini masuk ke gang sempit dengan tembok tinggi di kiri-kanan Sekonyong-konyong, pada bagian ujung, jalanan melebar. Saya tiba-tiba berada di tengah kepungan hotel dan restoran kelas atas.

Ah, dengan jalan sekecil ini saja sudah mampu mengundang investasi besar. Apalagi dengan mega infrastruktur yang saat ini sedang dikerjakan. Akan lebih banyak lagi usaha besar yang masuk. Entah nanti akan menjadi kebaikan atau keburukan, yang jelas Pulau Bali berkembang sangat pesat. ***